Jumat, 01 Oktober 2010

Ibu di sini, anakku..

20:15 WIB…. “kue bawang, sambal teri, kue salju, sudah Umak kirim melalui Anshor. Buku-buku sudah dikirim lewat Iwan. Hari minggu, keripik dan rendang menyusul lewat fandi”

Pengirim : Abak/Umak :-*

Subhanallah..
Seketika wajah terkasih itu ada didepanku. Paras dengan guratan-guratan senja di wajahnya memaksa korneaku bereaksi.
Bukan karena aku lapar dengan makanan-makanan itu, bukan karena aku sangat butuh buku-buku itu.
Tetapi karena sekelabat bayangan lelah yang tak pernah sempat dirasakannya, selalu mencari berbagai cara dan jalan hanya untuk sekedar mengatakan “Ibu menyanyangimu, Nak”. “Ibu masih ada di sini untukmu, Nak”. “Atau ibu tidak lupa padamu, Nak”.

Rabb,,
Adakah kami, anak-anaknya mengingat beliau sepanjang dirinya mengingat kami?
Adakah kami, anak-anaknya mendoakan beliau sesering dirinya mendoakan kami?
Adakah kami, anak-anaknya mengasihi beliau seluas dirinya mengasihi kami?
Dan,, adakah kami, anak-anaknya mencintai beliau sedalam dirinya mencintai kami?
***
“Anakku, Aku masih ada di bumi ini. Menunggu saat-saat kau akan mengetuk pintu rumah ini dan membayangkan kau mengucapkan salam sungguh membuatku ingin selalu tersenyum. Tak ingin rasanya pintu itu tertutup dan dikunci, agar kau leluasa dan tak perlu berdiri lama hanya karena menungguku berjalan menuju pintu yang sekarang terasa jauh itu”.

“Anakku, sudah berapa tahun kulewati hari-hari menunggu kabarmu? Apakah kau baik-baik saja di sana? Apa kau tidur lelap semalam? Apa perutmu sudah terisi pagi ini? Apa kau kepanasan siang tadi? Atau kah kau kehujanan sore ini? Aku sungguh mencemaskan hal itu, kau tahu, bukan?, seperti yang terdengar di televisi, mereka bilang bumi ini tak lagi menentu. Semoga kau tetap dalam lindungan-Nya”.

“Anakku, terlalu jauh jarakmu, namun senyummu tetap ada di sini, di rumah ini. Aku tahu kau juga pasti merindukanku. Selalu merasa rindu ingin kembali melihatku, melihat Ayahmu. Tak usah kau luaskan lara itu, leburkan kesedihanmu bersama cinta dan doaku, betapa kau akan merasa ringan langkahmu. Tebarkan senyummu untukku disetiap gerak langkahmu. Ikhlas lah pada segala keadaan yang ada karena doa ini tak akan lepas untukkmu”.

“Anakku, cinta ini tak pernah berkurang mengikuti usiaku. Sayang ini takkan memutih meyatu bak rambutku. Senyum ini tak pernah mengabur seperti mataku. Tak perlu kau tanya lelahku, karena semua tak terasakan olehku. Tak perlu kau katakan kaupun mecintai, menyayangi, dan merindukanku, karena semua terbayar dengan satu senyummu, dengan sekali sentuhan hangat di tanganku”.

“Anakku, sekarang aku benar-benar sangat merindukanmu. Adakah untukku sempat menatapmu sebalum usia ini terputus sewaktu-waktu? Kau pasti tahu, anakkku? kehendak Tuhan tak berbatas ruang dan waktu. Jikalau roh ini tak kembali pada jasadku, harapku kau tetap pada keshalihanmu. Apalagi dayaku selain doamu yang mengejewantahkan dosa-dosaku? Amalan yang takkan putus hanya doa dari anak shalih, yaitu engkau, anakku…